Ujian: Jawaban Hari Ini adalah Pertanyaan Baru untuk Hari Esok
  • Admin
  • 28 April 2025
  • 120 x
Pelaksanaan Ujian Hari Pertama


"Ujian selalu melahirkan kesan. Ia menggugat sanubari, juga menantang logika! Ujian menyadarkan seseorang, bahwa sesuatu yang penting harus dilakukan dengan sungguh-sungguh; tidak boleh main-main!"

Mengapa Hidup harus Diuji?

Berhadapan dengan ujian, pertanyaan ‘mengapa’ adalah gugatan yang kadang bikin jengkel. Ya, kalau dipikir-pikir, mengapa harus ada ujian (lagi)? Bukankah sejak manusia dilahirkan ke dunia, ia sesungguhnya telah masuk ke dalam situasi  itu? Lantas, kapan ia akan berakhir?

Berabad-abad yang lalu, lahir di Yunani seorang pemikir besar, yang kini gagasannya menjadi corak pemikiran kita juga. Gagasan tokoh ini membantu manusia menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan dalam kehidupan, termasuk pertanyaan  ‘mengapa ujian?’ Namanya Socrates, guru dari Plato (kemudian, Plato menjadi guru Aristoteles).

Ia dikenal sebagai Bapak Filsafat Barat dan terkenal karena metode dialektiknya (metode Socrates) yang digunakan untuk menggali kebenaran melalui dialog dan pertanyaan. Pemikirannya berfokus pada moralitas, pengetahuan dan keadilan. Dari Socrates, muncul adagium yang terus menggema hingga kini,  “hidup yang tidak diuji tidak layak untuk dijalani-dihidupi”. Pandangan ini jugalah yang kemudian menjadi dasar, mengapa hari ini terjadi ujian di SMP St. Klaus Kuwu. Kami perlu menyelidiki: apakah kami layak 'hidup’ atau tidak?

Ujian: Lebih Luhur dari Sekadar Kertas dan Pena

Dengan memahami sedikit pemikiran Socrates, kita dibawa kepada sebuah jawaban kecil: ujian bukan saja tentang menulis kembali apa yang telah saya pelajari. Jauh lebih luhur, ujian di dalam dirinya sendiri adalah sebuah ajakan moral supaya manusia mampu menemukan alasan serta memahami risiko di balik setiap pilihan yang sejak awal ia tentukan. Tanpa ujian, manusia barangkali tidak akan pernah tergerak untuk berpikir, bertindak dan mengevaluasi dengan baik!

Ujian lebih luhur dari sekadar pena yang menari-nari di atas kertas, pun lebih sakral dari sekadar peringatan “harap tenang, sedang ada ujian!’ Ujian sesungguhnya mengingatkan manusia, bahwa hidup tidak melulu tentang pilihan, melainkan juga soal tanggung jawab. Ya, setiap pilihan, baik ataupun buruk, perlu dipertanggungjawabkan.

Kepada siapa manusia harus bertanggung jawab? Selain kepada orang lain, tentu saja manusia pertama-tama harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri! Ini penting, mengingat penerimaan terhadap diri sendiri lebih mulia dari sekadar menanggapi pernyataan orang lain tentang diri ‘aku'. Bukankah 'tidak ada orang lain yang memahami  diri saya melebihi diri saya sendiri'?

Yang dulu Culun, sekarang menjadi Tekun

Seiring perjalanan waktu, kita kemudian memahami, bahwa limit waktu di ruang ujian tidak berarti bahwa ‘ujian telah selesai'. Yang terjadi justru sebaliknya. Suka  atau tidak, jawaban terhadap ujian hari ini adalah soal baru untuk hidup di hari esok. Demikian seterusnya: jawaban selalu menciptakan pertanyaan baru, hasil-hasil pasti mendorong usaha baru. Lingkaran tak berujung ini akan terus-menerus hinggap dalam ingatan dan merongrong kenyamanan manusia. Ya, ujian seolah ingin bilang, “jangan lekas berpuas diri”.

Hari ini kami telah mengakhiri ujian; memberi jawaban yang sekaligus menjadi pertanyaan baru untuk kami di hari esok. Tentu saja, kami belum puas, apalagi menang! Sebagaimana vita est militia, hidup adalah perjuangan, kami pun percaya, setiap perhentian adalah babak baru yang siap membawa kami menanjak. Maka, jangan berhenti, apalagi takut diuji, jangan pula berharap ini akan selesai. Bila ujian berakhir, bukankah berakhir pula kehidupan?

*(Bayu Anse)

 

 

 

 

 

 


Berikan Komentar

Alamat Email anda tidak akan ditampilkan. Wajib diisi untuk kolom *