Matematika: dari Segitiga yang Menusuk hingga Lingkaran yang Tak Berujung
  • Admin
  • 18 Maret 2025
  • 492 x
Sumber: Doc. Sekolah

“Matematika adalah momok menakutkan dalam setiap penyelenggaraan ujian. Selain teror yang mewujud dalam rumus-rumus, ‘simtom’ lain juga muncul melalui simbol-simbol yang amat sukar dilacak oleh akal”.

Hari kedua penyelenggaraan ujian semester SMP ST. KLAUS KUWU membawa kesan tersendiri. Bukan semata karena berhadapan dengan pengawas-pengawas ‘killer’, kesan sangar hari kedua ini terlebih karena materi yang diuji: Matematika. Ya, pelajaran yang sejak dulu (oleh sebagian besar orang) membuat jantung berdenyut lebih kencang, membuat hati lebih banyak meringis dari biasanya, pun membuat tubuh cepat berkeringat, tak peduli seberapa banyak air yang dipakai untuk mandi sebelumnya.

Matematika itu momok menakutkan. Ia dapat mengubah orang yang sangar, gahar, garang menjadi pribadi yang lemah lesu, tunduk merendah tak berdaya di hadapan soal-soal, meski hanya lima nomor. “Lima nomor soal Matematika sama seperti saya dipaksa mengingat kembali dosa-dosa yang telah saya buat sejak dari dalam kandungan”, tutur seorang siswa sesaat keluar dari ruang ujian. Ini kejujuran yang amat sungguh, tentu saja. Kejujuran yang berangkat dari pengalaman akan keterbatasan akal budi manusia, pengalaman akan keterbatasan indra untuk menyelami kembali apa yang telah terjadi sebelumnya.

“Hari ini, saya mengalami apa yang disebut Heidegger sebagai ‘keterlemparan’. Saya betul-betul merasa seperti diusir dari dunia ini, dan berada di dunia yang saya sendiri tidak tahu asal-usulnya”, komentar lain terucap dari mulut beberapa siswa. Ya, dari raut polos mereka, sekilas terbaca kalau mereka baru saja melewati situasi padang gersang tanpa oase. Padang yang sudah pasti membuat mereka kepanasan, lelah, letih, pusing, hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti.

Dari Segitiga yang Menusuk hingga Lingkaran yang Tak Berujung
Seperti segitiga, Matematika itu amat menusuk. Namun, tidak banyak orang yang tahu, bahwa di balik tampilannya yang seakan siap menghujam, segitiga adalah contoh perhitungan Matematika yang memiliki banyak kegunaan. Dalam bidang konstruksi, misalnya, segitiga adalah penopang yang kuat untuk sebuah bangunan yang dipasang pada ketinggian. Ia menggabungkan dua sisi terpisah menjadi satu kesatuan yang kokoh dan sulit dipisahkan.
Hari ini kita dapat jalan dengan aman melewati jembatan Wae Garit karena di setiap bagian tiang terpasang segitiga sebagai penopang. Demikian, segitiga yang kelihatan lancip adalah simbol kesatuan yang tidak tercerai-beraikan dari sisi-sisi yang sebelumnya pernah memilih jalan sendiri-sendiri.

Seperti lingkaran, Matematika juga ibarat pencarian yang tak berujung, simbol perjalanan dan perjuangan hidup manusia yang tidak mengenal akhir. Sejak dalam kandungan, seorang manusia sesungguhnya telah memilih masuk dalam ‘lingkaran’, sebuah kehidupan yang membawanya pada petualangan yang tak mengenal batas: lingkaran yang mustahil ia sendiri keluar dari perputarannya.

Lingkaran adalah pengingat, bahwa hidup manusia adalah Pantha Rei: mengalir seperti air, berubah: kadang di bawah, kadang di atas, kadang di samping. Namun terhadap perubahan ini, satu hal yang tinggal tetap: manusia tetaplah manusia, tidak peduli titik apa yang ia pijak!
Lingkaran juga simbol kesetiaan yang tidak berujung. Ia membawa pesan, bahwa sejauh mana pun manusia melangkah, ada sesuatu yang selalu menunggunya untuk pulang. Setiap manusia memiliki alasan untuk pulang, kan? Jangan heran, pada jari orang yang telah mengikrar janji, dipasang lingkaran kecil yang darinya memuat perintah kasih yang tidak bertepi, kesetiaan yang tidak boleh berujung!

Kita adalah Matematika! 
Tampaknya, semakin jelas alasan, mengapa hari ini ujian semakin sengit. Kami tidak saja berhadapan dengan rumus-rumus Matematika biasa. Sesungguhnya, kami sedang berhadapan dengan ‘rumus’ kehidupan yang belum tuntas kami hayati: tentang persatuan yang belum sepenuhnya kami jaga, tentang kesetiaan yang belum dirawat. Jika toh hari ini kami kesulitan memecahkan rumus-rumus Matematika, pada gilirannya, Matematika tetap membuat kami sadar, bahwa hidup sesungguhnya membawa dua pesan penting ini: jadilah seperti segitiga yang membawa kekuatan dan lingkaran yang merawat kesetiaan! (Bayu Anse)


Berikan Komentar

Alamat Email anda tidak akan ditampilkan. Wajib diisi untuk kolom *