HARI
LAHIR PANCASILA
Si
Pencari Ilmu
Oleh:
Caca Adresa
Doa-doa didaraskan bagi sang guru
Agar ia kuat menuntun si pencuri ilmu
Meski nikmat ditunda dulu
Nasib terus dilanda susah
Agar kami taghu artinya lelah
Tentang guru yang kerap tak pandang bulu
Akhir-akhir ini si pencari ilmu dibingungkan
Ulah pergantian musim kian tak menentu
Memaksa jiwa menyerah yang muncul diawal jalan
Semua dihadapinya dengan tambah walau tak berjuang
Padahal ia terus bertarung
Agar meraih genggaman kalung
Yang mirip dengan merdunya angklung
Sabarlah wahai kita pencuri ilmu
Karena bagian kita ada di suatu waktu
PENANTIAN
Oleh: Della Astrivan
Dari terbitnya matahari dari ufuk
timur
Selama enam hari dalam satu minggu
Dari hari senin sampai hari Sabtu
Aku bersekolah . . . .
Ketika harapan menjadi fakta
Yang ada hanya bahagia
Ada tahap yang mesti dilewati
Ingin dan harap lekas sembuh
Inginku petik bintang dan bulan
Kelak aku ingin kehidupanku bersinar
seperti matahari
Berharap nyata dikemudian hari
dan juang harus menjadi-jadi
MIMPI BURUKKU
Oleh: Gilbert Dabur
Di setiap malam
Aku hanya membayangkan
semua hal yang terburuk
datang padaku
tapi . . . .
Pada akhirnya aku sadar
Kalau semua itu hanyalah mimpi
Dan semua itu tidak akan terjadi
Jadi dengarlah
“Jika engkau bermimpi buruk
lupakan saja karena semua
itu hanyalah mimpi”
TERIAKAN
Oleh: Icel Bagus
Suara memenuhi kehidupan
Pelemparan gelombang kesakitan
Getaran yang menghentakan
Melakun dalam gelombang
Bangkit dengan hentakan
Mempersembah riuhan
Semua melirik menghidupkan suara
sasaran gelombang dalam maut
DASAR NEGARAKU
Oleh: Ninok Adam dan Novan
Mimpi yang kini menjadi nyata
Menumpahkan banyak air mata
yang dulu hanya sebuah kata
yang kini telah menjadi sejarah
Banyaknya pahlawan bangsa
Membawa banyak peristiwa
Merajut semua kata-kata
Menjadi sebuah kata Pancasila
1 Juni menjdai saksi menyata
Bangkitnya Pancasila
Membawa bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang bermakna
Teruntuk
Tuanku
Avril-Abin
Ayahku
buruh, bukan dewan macam tuan
Pakian
kuarang kain menutup raga dahaga
Kulit
kering bersetubuh pada tulang
Bukan
bersandar pada jas dan dasi
Ayahku
hanya punya motor butut
Mengepul
asap menyumbang polusi
Bukan
rolls-royce yang gelap kacanya
Menyumbang
korupsi, kolusi dan nepotisme
Ayahku
buruh kecil yang rendah gajinya
Minim
upah banjir keringat
Kami
miskin
Tapi
tidak ikut andil memiskinkan rakyat
Miskin
Kami
hidup susah
Tapi
kami tidak ikut menyusahkan rakyat
Salam
tuan DPR
Sang
Patriot
Cici
Aslin
Bangsaku
mnederita
Bangsaku
melarat
Dijajah
berkali-kali
Ditindih
terus menerus
Banyak
yang menutup mata
Tak
siap menerima kenyataan
Bangsaku
tak berdaya
Hanya
mampu menutup mata
Bangsaku
merintih menangsi nasib
Kian
hari kian berlalu
Bangsaku
yang menjerit
Akan
membuka mata
Menejmput
generasi emas
Melahirkan
anak cerdas
Rintihan
Perih Hati
Dany
Sutanto
Rintihan perih hati
Mencuat pada permukaan tanah ganas
Pada manusia tinggal terpisah
Lantaran bocah kecocockan
Yang terpapar di wajah
Hati hancur maut menghantu
Putus napas harapan khayal
Desa siapa terbawa bersama
Kalau cinta hancur tersapu
Oleh badai ego dan napsu
Hidup hampa bila cinta dicampak
Hidup kosong berdua susah
Masihkah jagat mengindah cinta
Pada zaman teropong kesombongan
Dengan kamera cinta diinjak
Pendidikan
Loveta
Langkah kaki menepaki hari
Tak tentu arah lari
Bagai hidup tak berpedomaan
Seperti hidup dilandai kemahsyatan
Hidup tanpa ilmu
Bagai rumah tanpa lampu
Gelap bagai abu
Mendekat bayangan semu
Pada siapa aku bertuju
Tentang arti hidup tak bertuju
Ketiku ilmuku tak berdarah
Pada dikaulah arah hidupku
Pena
Loveta
Pena teman malamku
Berirama detak jarum jam
Merajut masa depanku
Berteman sunyi mengapai mimpi
Diujung pena kutitipkan harapan
Belajar dari sunyi malam
Semua akan indah dikalah fajar
menyingsing
Menyisahkan embun melempar sapa
Pahlawan
D’zhiewa
Zherena
Pagi muram jalan gersang
Mentari tak kunjung meloi
Diselimuti kabut menutup awan
Sementara aku diam diri
Menanti sang mentari
Dunia begitu buta dan bisu
Berteman detik jarum jam
Semuanya hampa tak berarti
Bagai aspal tak berujung
Hampah amat hidupku
Jalan tak berujung
Tempat tujuanku
Guruku mentariku
Kalahkan kabut kelabu
Menuju harapan akan masa mendatang
Jiwa
Pemuda
Wulan
Sinar
senja mulai tengelam
Membawa
serta semua perasaan
Menanti
kepastian
Senelusuri
semangat di antar beribu bintang
Menyatu
keberagaman dalam satu kata pancasila
Menanti
rasa senasib sepenanggungan
Dalam
ribut gemuru sayup tak terdengar
Berkeyakinan
tuk menyatu
Suara
opini tempo dul u
Mengerti
hidup untuk dilakoni
Bukan
maksud bertepuk dada
Kami
pemuda kebanggan bangsa
Mencinta
lima sila penuh harap
Harapan
Abadi
Nabila
Ceme
Rembulan
baru saja usai, meninggal malam menjemput fajar
Mimpi
tentang hari esok yang masih suram
Namun
sayang seribu sayang
Mimpi
sirna diusir mentari
Teruntuk
hidup yang dilakoni bayang
Masihkah
yang indah terbayang melayang
Lantas
perjumpaanku padanya masih dipersimpangan jalan
Katanya
padaku
“Nak,
ini bukan tentang bangsaku dan bangsamu
Tetapi
ini tentang bangsa kita”
Lihatlah
anak-anakku bangsa kita sedang sakit
Raganya
pandai mendua
Jiwanya
senang bersilat lidah
Anganku
hanya bersandar padamu dan kawan-kawanmu
Yang
mungkin masih gagap tapi berani
Yang
mungkin mata hati masih sayup tapi jelas menetas kemiskinan
Atau
mungkin langkah masih tertatih tapi sigap menjemput mawar melati
Itulah
tugasmu anak-anak
Asalah
mata batin, tuk melihat derita anak bangsa
Jangan
kau larih dari jeritan anak bangsa
Tapi
hantamlah setiap pengganggu
Aku
hanya mampu termangu dalam sesal
01 Juni 1945
Ibumu melahirkanmu
Melahirkan dasar bagi satu bangsa
Pedomaan bagi seluruh anak bangsa
Jasamu luput dikenang
Menerjang arus dhasyat
Tak mudah menyerah
Demimu lima sila
Melahirkan kerukunan
Menciptakan kedamaian dan persatuan