Nuru Ela dan Mimpi Anak Bungsu
  • Admin
  • 14 Agustus 2024
  • 156 x
WERTWERT


 

Belakangan ini, muncul pelbagai obrolan menarik di kalangan penghuni Unit Asrama Kelas VII SMPK St. Klaus Kuwu. Tema-tema lawas, seperti mempertanyakan “apa dan siapa itu alumni”, sampai pada komentar receh, “yes, siap hang nuru ela kole ga”, kini menjadi dua tema favorit di sela-sela kegiatan belajar anak-anak ‘bontot' ini..

Rupanya, tema ‘alumni dan nuru ela’ yang mewarnai kebersamaan mereka ini tidak terlepas dari momen akbar yang akan berlangsung pada bulan September yang akan datang, Pesta Family SMPK St. Klaus Kuwu.

Ya, meski puncak perayaan masih berselang satu bulan lagi, bayangan tentang kegembiraan kumpul-kumpul bersama alumni dan gambaran keseruan makan nuru ela telah lebih dulu memantik animo anak-anak asrama. “Pak, kami telah memulai obrolan nuru ela sejak memasuki bulan Agustus kemarin”, tutur Alfin berapi-api. Karena nuru ela, tanpa sadar, pria tampan yang kami juluki ‘Bocah Ajaib' dari Cibal  ini telah memungut hampir lima kantung penuh sampah plastik; tidak terhitung sampah organik. Sungguh, semangat anak ini patut diacungi jempol!

Kami Siap menjadi Calon Alumni yang Baik

Tidak jauh berbeda dengan Alvin, kabar tentang kedatangan alumni beserta keseruan Pesta Family tampaknya juga memberi semangat bagi anak-anak yang lain. Berbagai aksi sosial, seperti pembenahan tempat pembuangan sampah, tata taman bunga, penggandaan pot, pembersihan gorong-gorong, dijalankan dengan semangat yang membara dan penuh sukacita. Tak jarang, mereka meminta tambahan waktu untuk bekerja.

Ketika ditanya, dengan tegas anak-anak ini menjawab, “selain karena tahun Ekologi, sebetulnya kami mau menjadi calon alumni yang baik, Pak! Kami juga ingin jadi kakak kelas yang patut dicontohi oleh adik-adik yang akan masuk tahun depan.”

Ada lagi sebagian anak, yang rada-rada bijak berkata, “kami ingin, supaya dua puluh tahun lagi, kami bisa datang lagi, menyaksikan bunga-bunga dan pohon-pohon yang kami tanam di tempat ini”. Jawaban-jawaban spontan mereka sama sekali tidak pernah terlintas dalam benak saya.

Anak-anak ini ternyata menyimpan mimpi besar nan mulia. Mendengar mimpi mereka, muncul kebanggaan sekaligus perasaan iri dalam diri saya. Mimpi seperti ini tidak pernah hidup dalam pikiran saya dulu. Tampaknya, tidaklah berlebihan apabila saya menyebut: mimpi ini terbilang terlalu cepat untuk anak-anak seusia mereka!

Sisi Lain Tugas Pembinaan

Sejak pertama kali ditugaskan menjadi pembina di tempat ini, saya dan teman-teman pembina lebih nyaman disebut sebagai pendamping; bukan pembina. Suatu sebutan yang berupaya menyamakan persepsi di antara kami dan anak-anak, bahwa toh kami sebetulnya adalah sekumpulan manusia yang sedang berada dalam proses yang sama: belajar. Kami perlu saling mendampingi!

Tak jarang, dalam banyak hal, anak-anak inilah yang pertama kali memberikan contoh yang baik, bagaimana pembina mesti bertindak sebagai manusia yang benar. Mereka banyak menciptakan pertanyaan pemantik, yang olehnya para pembina dituntut untuk belajar dan terus belajar setiap waktu.

Anak-anak ini kerap melahirkan ide dan gagasan-gagasan cemerlang, yang olehnya para pembina (pendamping) semakin mengerti, bahwa usia hanya menyoal angka semata. Ia bukanlah tolok ukur utama untuk mengukur kepandaian dan kebijaksanaan seseorang.

Ada anak-anak yang memiliki kedewasaan berpikir, melampaui cara berpikir orang dewasa umumnya. Anak-anak yang berada di tempat ini pun sama. Mereka punya bekal kedewasaan berpikir. Dan dari mereka jugalah, kami perlu belajar untuk berani merawat dan menghidupi mimpi: bukan hidup dalam mimpi saja!

Penulis: Bayu Anse.


Berikan Komentar

Alamat Email anda tidak akan ditampilkan. Wajib diisi untuk kolom *